Tag

, , , , , , , , , ,

Khuthbah dan Doa Shalat Istisqa’ yang disampaikan oleh Ustadz Abdullah Zen, M.A. di Lapangan Kedungwuluh, Desa Kedungwuluh, Kec. Kalimanah, Kabupaten Purbalingga, Jawa Tengah beberapa waktu lalu..

Khuthbah Istisqa’

Setiap peristiwa, setiap peristiwa di alam semesta ini, pasti terjadi karena takdir dan kehendak Allah. Entah itu kejadian yang menyenangkan, ataupun yang menyedihkan. Allah Subhanahu wa Ta’ala berfirman:

إِنَّا كُلَّ شَىْءٍ خَلَقْنَاهُ بِقَدَرٍ

Sesungguhnya Kami menciptakan segala sesuatu menurut ukuran.” (QS. Al Qomar: 49]

Tidak ada suatu kejadianpun yang ditakdirkan Allah, melainkan pasti ada hikmahnya. Termasuk musibah yang datang bertubi-tubi; musim paceklik dan kemarau panjang, kebakaran hutan di berbagai penjuru, huru hara dan ketidakstabilan keamanan di banyak wilayah, dan kondisi perekonomian yang tidak stabil, serta musibah lain yang menimpa negeri kita tercinta. Semua itu, terjadi dengan Takdir Allah dan pasti ada hikmahnya..

Sikap Orang yang Beriman
Sikap orang yang beriman adalah berusaha menggali hikmah-hikmah tersebut. Bukan justru, malah mencari kambing hitam, atau bahkan menyalahkan Allah Subhanahu wa Ta’ala. Na’udzubillaahi min dzalik..

Kaum Muslimin dan muslimat yang kami hormati,

Allah Subhanahu wa Ta’ala berfirman,

وَمَا أَصَابَكُم مِّن مُّصِيبَةٍ فَبِمَا كَسَبَتْ أَيْدِيكُمْ وَيَعْفُو عَن كَثِيرٍ

Apapun musibah yang menimpa kalian, adalah akibat perbuatan dosa kalian sendiri. Dan Allah memaafkan sebagian besar (dari kesalahan-kesalahanmu).” (QS. Asy-Syuraa: 30)

Jadi, musibah yang terjadi ini adalah akibat dari merebaknya dosa dan maksiat secara umum. Adapun paceklik dan kemarau panjang, salah satu pemicu terbesarnya adalah karena banyaknya praktek kecurangan dalam bisnis dan perdagangan, serta enggannya orang kaya untuk mengeluarkan zakatnya.

Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam menjelaskan,

وَلَمْ يَنْقُصُوا الْمِكْيَالَ وَالْمِيزَانَ إِلاَّ أُخِذُوا بِالسِّنِينَ وَشِدَّةِ الْمَؤُنَةِ وَجَوْرِ السُّلْطَانِ عَلَيْهِمْ. وَلَمْ يَمْنَعُوا زَكَاةَ أَمْوَالِهِمْ إِلاَّ مُنِعُوا الْقَطْرَ مِنَ السَّمَاءِ وَلَوْلاَ الْبَهَائِمُ لَمْ يُمْطَرُوا

Ketika para pedagang gemar mencurangi timbangan, pasti manusia akan ditimpa musim paceklik panjang, biaya hidup yang tinggi dan kelaliman penguasa. Manakala orang-orang kaya enggan mengeluarkan zakat, pasti air hujan akan ditahan turun dari langit. Andaikata bukan karena (belas kasihan terhadap) hewan-hewan ternak, niscaya hujan tidak akan pernah turun lagi.[HR. Ibnu Majah, no. 4019 dan Al-Hafizh Abu Thahir mengatakan bahwa hadits ini sahih]

Jamaah yang dirahmati Allah,

Sikap Curang
Sikap curang, bukan hanya menjangkiti para pedagang saja, namun juga berpotensi menjangkiti seluruh manusia, apapun profesinya.  Pejabat, rakyat biasa, pegawai, guru, siswa, orang tua, anak dan lain-lain. Semua berpotensi untuk terjangkiti sifat curang.

  • Pejabat yang mengorupsi harta negara, berarti dia telah berbuat curang terhadap rakyatnya. Sebab dia mengkhianati amanah yang dipercayakan kepadanya.
  • Rakyat yang tidak menaati aturan (yang) baik dari pemerintah, atau menasehati pemerintah dengan cara anarkis, berarti rakyat telah berbuat curang kepada pemerintah. Sebab dia melanggar rambu-rambu yang telah digariskan Al-Qur’an dan hadits Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam.
  • Pegawai yang telat masuk kerja atau pulang sebelum waktunya tanpa alasan syar’i, dia telah berbuat curang terhadap instansi pekerjaannya. Sebab dia tidak menunaikan kewajibannya secara sempurna, namun setiap awal bulan mengambil hak gajinya secara sempurna.
  • Guru yang tidak menjadi sosok yang bisa digugu dan ditiru, dia telah berbuat curang kepada para muridnya. Sebab dia mengkhianati amanah sebagai pendidik yang seharusnya memberikan suri teladan yang baik kepada siswa-siswinya.
  • Murid yang tidak menghormati gurunya, dia telah berbuat curang kepada sang guru. Sebab tidak mengindahkan petuah Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam. Yang mengajarkan agar menghormati orang yang lebih tua dan membalas jasa baik orang lain.
  • Orang tua yang tidak pernah memperhatikan pendidikan agama anaknya dan membiarkan mereka berbuat maksiat sekehendaknya, dia telah berbuat curang. Sebab dia mengkhianati amanah yang Allah bebankan kepadanya.
  • Anak yang durhaka kepada orang tuanya, dia telah berbuat curang. Sebab dia sudah mengabaikan wasiat Allah Subhanahu wa Ta’ala yang berpesan agar anak berbuat baik kepada orang tuanya.

Jamaah rahimakumullaah,

Jika musibah itu dipicu dengan perbuatan dosa dan maksiat, maka agar musibah tersebut berakhir, satu-satunya jalan adalah dengan bertaubat kepada Allah Subhanahu wa Ta’ala.

Kemarau panjang bisa diakhiri, mana kala kita semua mau kembali kepada Rabbul ‘Alamin dengan merintih, menghiba, memohon, merendahkan diri kita di hadapan Allah, sebagaimana yang telah dicontohkan oleh Nabi kita shallallahu ‘alaihi wasallam. Ibnu Abbas radhiyallahu ‘anhuma menuturkan,

إن رسول الله صلى الله عليه وسلم خرج متبذلا متواضعا متضرعا حتى أتى المصلى فلم يخطب خطبتكم هذه ، ولكن لم يزل في الدعاء ، والتضرع ، والتكبير ، وصلى ركعتين كما كان يصلي في العيد

“Sungguh, Rasulullah Shalallahu ‘alaihi wasalam berjalan menuju tempat shalat dengan penuh ketundukan, tawadhu’ dan kerendahan hati, hingga tiba di tempat shalat. Lalu beliau berkhutbah tidak sebagaimana biasanya, melainkan beliau tidak henti-hentinya berdoa, merendah, bertakbir dan melaksanakan shalat dua raka’at sebagaimana beliau melakukan shalat ‘Id.(HR. Tirmidzi no.558, ia berkata: “Hadits hasan shahih”)

Maka, mari kita beristighfar, memohon ampun kepada Allah, bertaubat dengan sungguh-sungguh, menghiba dan merintih kepada-Nya, agar Allah berkenan menurunkan hujan yang penuh dengan berkah..

Diantara Doa Shalat Istisqa’

الْحَمْدُ لِلَّهِ رَبِّ الْعَالَمِينَ ﴿٢﴾ الرَّحْمَٰنِ الرَّحِيمِ ﴿٣﴾ مَالِكِ يَوْمِ الدِّينِ

Alhamdulillaahi rabbil ‘aalamin, Arrahmaanirrahiim, Maliki Yawmiddin.
Artinya: “Segala puji bagi Allâh, Rabb semesta alam, Maha Pemurah lagi Maha Penyayang. Yang menguasai hari Pembalasan.” [QS. Al-Fatihah: 2-4]

لَا إِلَهَ إِلَّا اللَّهُ يَفْعَلُ مَا يُرِيدُ اللَّهُمَّ أَنْتَ اللَّهُ لَا إِلَهَ إِلَّا أَنْتَ الْغَنِيُّ وَنَحْنُ الْفُقَرَاءُ أَنْزِلْ عَلَيْنَا الْغَيْثَ وَاجْعَلْ مَا أَنْزَلْتَ لَنَا قُوَّةً وَبَلَاغًا إِلَى حِينٍ.

Laa ilaaha illa-llaah, yaf’alu maa yurid. Allaahumma Anta-llaah, laa ilaaha illaa Antal Ghaniyyu, wanahnul fuqara-u. Anzil ‘alainal ghaitsa. Wa-j’al maa anzalta lanaa quwwatan wa-balaaghan ilaa hiin.
Artinya: “Tidak ada ilah yang diibadahi dengan haq kecuali Allâh. Dia melakukan apa saja yang dikehendaki. Ya Allâh, Engkau adalah Allâh, tidak ada ilah yang diibadahi dengan haq kecuali Engkau Yang Maha kaya sementara kami yang membutuhkan, maka turunkanlah hujan kepada kami dan jadikanlah apa yang telah Engkau turunkan sebagai kekuatan bagi kami dan sebagai bekal di hari yang di tetapkan.” [HR. Abu Daud no. 1173 dan dinyatakan hasan oleh al-Albâni dalam al-Irwâ` no. 668]

اللَّهُمَّ أَغِثْنَا ، اللَّهُمَّ أَغِثْنَا ، اللَّهُمَّ أَغِثْنَا..

Allahumma aghitsnaa, allahumma aghitsnaa, allahumma aghitsnaa..
Artinya: “Yaa Allah, turunkanlah hujan kepada kami (3x).” (HR. Muslim)

اللهم اسقنا غيثًا مُغيثًا، مريئًا مَريعًا، نافعًا غير ضار، عاجلًا غير آجل

Allahummasqinaa ghoitsan mughiitsaa, mariian marii’aa, naafi’an ghaira dhaarrin, ‘aajilan ghaira aajilin.
Artinya: “Ya Allah, berilah kami hujan yang merata, menyegarkan tubuh dan menyuburkan tanaman, bermanfaat, tidak membahayakan. Kami mohon hujan secepatnya, tidak ditunda-tunda.” (HR. Abu Dawud)

اللَّهُمَّ اسْقِ عِبَادَكَ وَبَهَائِمَكَ وَانْشُرْ رَحْمَتَكَ وَأَحْيِ بَلَدَكَ الْمَيِّتَ

Allahummasqi ‘ibadaka, wa-bahaimaka, wa-nsyur rahmataka, wa-hyi biladakal mayyit.
Artinya: “Ya Allâh, berilah minum kepada para hamba-Mu dan binatang-binatang ternak-Mu; Sebarkanlah rahmat-Mu dan hidupkanlah negeri yang sudah mati (gersang) ini.” [Hadits hasan riwayat Abu Daud, no. 1176]